Rabu, 28 September 2022 08:06 WIB
PanganNews.id Jakarta - Oleh Drh. Pudjiatmoko, Ph.D, Medik Veteriner Ahli Utama Direktorat Kesehatan Hewan
Peran penyakit hewan sangat penting dalam penyediaan pangan asal hewan akibat perkembangan populasi manusia di dunia. Sementara para pakar ekologi memberikan sedikit sekali perhatian dampak penyakit hewan terhadap kecukupan produksi pangan asal hewan.
Perluasan penggunaan lahan peternakan, pergerakan manusia dan hewan serta penggembalaan ternak telah dianggap sebagai penyebab utama dalam penyebaran penyakit dari hewan ternak ke populasi satwa liar dan sebaliknya.
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (World Organisation for Animal Health / WOAH) telah mengklasifikasikan penyakit hewan sebagai penyakit Daftar A dan Daftar B tergantung pada intensitas dan kepentingannya.
Penyakit Daftar A adalah penyakit menular yang memiliki potensi penyebaran yang sangat serius dan cepat, mengabaikan perbatasan negara, memiliki konsekuensi sosial ekonomi atau kesehatan masyarakat yang serius, dan yang sangat penting dalam perdagangan internasional hewan dan produk hewan. Contoh penyakitnya antara lain Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Lumpy skin disease (LSD), dan African swine fever (ASF).
Penyakit Daftar B adalah penyakit menular yang dianggap memiliki kepentingan sosial ekonomi dan/atau kesehatan masyarakat di dalam negara dan berperan besar dalam perdagangan hewan dan produk hewan secara internasional. Pada tahun 2002 WOAH telah menggolongkan potensi epizootik (yaitu potensi penyakit spesifik untuk menyebar dengan cepat di lahan yang luas yang menyebabkan kerusakan pada populasi satwa liar dan ternak dalam waktu singkat) dengan intensitas besar, sedang atau ringan (Bengis et al. 2002). Contoh penyakitnya antara lain Anthrax, Leptospirosis, dan Paratuberculosis.
Terdapat juga daftar penyakit yang bisa menyerang beberapa spesies hewan, antara lain Anthrax, Japanese encephalitis, Q Fever, dan Paratuberculosis. Memahami dinamika penularan penyakit pada interaksi antarmuka satwa liar – hewan ternak merupakan langkah penting untuk mencegah penularan penyakit dan untuk mencapai tujuan secara keseluruhan dalam meningkatkan status kesehatan, hasil mata pencaharian, dan konservasi satwa liar.
1. Program surveilans dan pemantauan
Sistem surveilans saat ini bersifat pasif, dan spesifik penyakit, terutama diarahkan untuk mendukung program pemberantasan penyakit untuk penyakit seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Sapi gila (bovine spongiform encephalopathy / BSE), Flu Burung (Avian Influenza / AI), brucellosis, dan tuberkulosis. Pelaksanaan surveilans epidemiologi harus didasarkan pada epidemiologis (pengumpulan dan analisis informasi epidemiologi berkala serta sistem peringatan dini penyakit hewan) dan pemantauan ekologis (pengawasan vektor dan reservoir satwa liar).
Penyakit Daftar A dari WOAH harus segera dilaporkan sementara yang lain harus dilaporkan setiap tahun ketika didiagnosis positif oleh dokter hewan berwenang. Informasi yang dikumpulkan harus ditampilkan secara grafis. Informasi ini harus dikorelasikan dengan laporan penyakit manusia untuk memungkinkan ahli epidemiologi melakukan investigasi kasus yang mencakup semua informasi. Ketika kesehatan masyarakat mengimplementasikan program untuk mengatasi penyakit hewan, sistem surveilans harus dapat dilakukan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan dari berbagai program.
2. Program vaksinasi
Imunisasi merupakan bagian dari kesatuan program kesehatan ternak yang efektif. Vaksinasi membantu mengurangi munculnya penyakit dan membatasi penyebarannya dari hewan ke hewan. Program vaksinasi bertujuan memberikan perlindungan optimal terhadap penyakit. Program vaksinasi ini juga perlu disertai pengendalian vektor, manajemen karantina yang efektif untuk mengurangi infeksi dan mencegah penularan penyakit.
Vaksinasi merupakan pelindung paling efektif bila digunakan pada awal wabah dan ketika penyakit menyebar dengan cepat. Vaksinasi supresif dilakukan pada sekelompok hewan terpilih di dalam area yang sudah terinfeksi. Vaksinasi cincin (sekeliling daerah tertular) pada ternak terbukti efektif untuk penyakit yang mudah menular seperti PMK di daerah pinggiran kawasan hutan lindung untuk mencegah penularan dua arah ternak-satwa liar.
3. Pembatasan lalu-lintas hewan
Penyebaran virus PMK di negara-negara yang baru terinfeksi selama wabah Eropa tahun 2001 terjadi terutama melalui pergerakan hewan yang terinfeksi secara sub-klinis pada domba, dan melalui kontak dengan kendaraan yang terkontaminasi yang digunakan untuk pengangkutan hewan-hewan ini. Deteksi dini PMK tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga kendaraan, pasar, dan tempat-tempat lain hewan dikumpulkan telah memainkan peran utama dalam penyebaran penyakit (WOAH/FAO).
Pengawasan pergerakan ternak harus memastikan pemeriksaan stok di pasar, tempat pelelangan, rute stok, dan tempat pemasukan. Skrining penyakit yang tepat terhadap pergerakan kawanan hewan harus dilakukan dengan cermat. Penggembalaan dan pergerakan ternak di kawasan hutan lindung harus diawasi untuk mencegah penyakit antarmuka. Di tempat berisiko tinggi terhadap penyakit satwa liar maka pemberian pakan ternak harus dilakukan di kandang.
4. Program kesadaran masyarakat
Masyarakat umum beserta para profesional harus disadarkan akan meningkatnya risiko penyakit antarmuka satwa liar – hewan ternak dan langkah-langkah yang harus diambil untuk mencegah penularannya. Orang-orang yang tinggal di pinggiran kawasan lindung diminta untuk membatasi penggembalaan ternaknya di luar kawasan satwa liar. Program vaksinasi massal dan diagnosis penyakit masyarakat diperlukan untuk mengetahui adanya patogen endemik dan mencegah infeksi silang.
Program pencegahan penyakit harus dikembangkan untuk pengelolaan kawanan di peternakan dengan tindakan kebersihan dan sanitasi ketat. Untuk mencegah penularan patogen dilanjutkan pembersihan menyeluruh, desinfeksi dan pengeringan peralatan, pakaian, trailer atau barang lain yang telah terpapar hewan dari sumber yang berbeda. Sistem perizinan pergerakan hewan secara resmi harus dibuat saat memindahkan hewan dan produknya keluar dari area mana pun.
Jejaring pergerakan hewan harus dibangun untuk mengatur perdagangan ternak antar negara atau wilayah. Pengelolaan satwa liar harus diarahkan pada agen penyakit, populasi inang, habitat dan difokuskan pada aktivitas manusia. Penyaringan penyakit dan karantina satwa liar yang tepat harus dilakukan selama program translokasi untuk membatasi pergerakan penyakit. Di daerah yang biasanya bebas dari penyakit tertentu, garis pertahanan pertama adalah mencegah masuknya patogen ke dalam populasi yang rentan. Maka dari itu perlu pelarangan atau pengawasan ketat terhadap pemasukan hewan dan produk hewan dari daerah endemik, berlaku juga terhadap satwa liar dan produknya.
Kesimpulan dan Saran
Pentingnya penyakit antarmuka satwa liar – hewan ternak tidak dapat diremehkan. Ada kebutuhan mendesak untuk kebijakan pengendalian penyakit hewan yang inovatif. Perlu membatasi penggunaan lahan dan perencanaan proaktif serta strategi pengelolaannya. Hal ini diperlukan untuk mencegah munculnya atau berkembangnya kejadian penyakit hewan yang serius.
Untuk memahami dan mengendalikan penyakit menular yang muncul dari antarmuka satwa liar/ hewan ternak, perlu kerjasama kedokteran manusia dan hewan. Penting mengembangkan pendekatan terpadu yang konsisten dengan menggabungkan keahlian antar-disiplin pengelola satwa liar, ilmuwan ahli ekologi, ahli biologi konservasi, dan ahli lingkungan.
Penting membuat cara mengurangi kontak satwa liar dan hewan ternak daripada mencoba untuk membasmi patogen atau spesies satwa liar penampung patogen.
Kita harus fokus mengatur tatakelola pasar hewan dan lalu-lintas ternak untuk mengurangi risiko penularan penyakit ke manusia, hewan peliharaan, dan satwa liar.
Untuk mengendalikan penyebaran lintas batas penyakit antarmuka, maka kapasitas kesiapsiagaan darurat dan respons cepat terhadap wabah penyakit epizootik perlu dikembangkan di seluruh negeri dengan membangun Sistem Peringatan Dini (Early warning System / EWS), surveilans dan pemantauan epidemiologi yang ketat.
9 jam yang lalu
Selasa, 28 November 2023 17:15 WIB
You must login to comment...
Be the first comment...